Review: Inside Out (2015)

Poster Inside Out. Source: https://www.pixar.com/feature-films-launch

Genre: Animasi, fantasi, keluarga, komedi

Perusahaan produksi: Pixar Animation Studios, Walt Disney Pictures

Sutradara: Pete Docter

Produser: Jonas Rivera, p.g.a.

Penulis cerita: Pete Docter, Ronnie Del Carmen

Durasi: 94 menit

Tanggal rilis: 18 Mei 2015 (Festival Film Cannes), 19 Juni 2015 (Amerika Serikat), 19 Agustus 2015 (Indonesia)

Sinopsis

Film ini diawali dengan munculnya Joy (riang) dan Sadness (sedih) dalam diri seorang bayi bernama Riley. Lalu, satu per satu emosi lain pun datang seiring tumbuhnya Riley: Anger (marah), Fear (takut), dan Disgust (jijik). Kelima emosi tersebut memiliki perannya masing-masing. Joy selalu berpikiran positif dan berusaha agar Riley selalu bahagia. Fear membuat Riley merasa aman. Disgust menjauhkan Riley dari keracunan secara fisik maupun sosial. Anger begitu peduli pada kesetaraan dalam kehidupan Riley. Sayangnya, tidak ada yang tahu peran Sadness. Joy merasa Sadness “tidak berguna” karena hanya membawa kesedihan untuk Riley, bertolak belakang dengan apa yang Joy lakukan.

Kehidupan Riley berubah ketika dirinya berusia 11 tahun. Riley dan keluarganya harus pindah dari Minnesota ke San Francisco karena pekerjaan ayahnya. Lingkungan yang asing membuat Riley—dan tentu saja kelima emosinya—kesulitan untuk beradaptasi. Keadaan semakin rumit ketika Sadness memegang bola memori dan mengubah warnanya dari kuning (kenangan indah) menjadi biru (kenangan sedih). Perubahan warna itu berdampak besar pada kehidupan Riley sehingga muncul bola core memory yang baru dan berwarna biru. Joy tak ingin core memory tersebut membentuk kepribadian Riley sehinggga ia segera mengirimkan bola tersebut ke area Long Term Memory. Sayangnya, Joy dan Sadness ikut terbawa ke area Long Term Memory bersama seluruh core memories yang ada. Tanpa Joy dan core memories di dalam headquarters—pusat pengendalian emosi—, Riley tidak bisa bahagia. Bisakah Joy, Sadness, dan seluruh core memories kembali ke headquarters?

Sadness ketika mengubah warna bola memori menjadi biru. Source: https://www.pixar.com/feature-films/inside-out

Review dari Saya, Hati-hati Ada Sedikit Spoiler

Menurut saya, film ini termasuk salah satu yang sukses di antara film-film yang pernah dikeluarkan oleh Pixar. Bisa kita lihat sendiri, film ini mendapat rating 8.1/10 pada IMDb dan rating 98% pada Rotten Tomatoes. Kritikus juga memberikan komentar positif untuk film ini. Bagaimana tidak? Pixar berhasil menjelaskan bagaimana emosi bekerja dengan cerita yang sangat mudah dipahami bagi semua orang, termasuk anak-anak. Bahkan, hal-hal rumit seperti bagaimana memori tercipta, bagaimana memori disimpan, dan bagaimana memori dibuang dan dilupakan bisa diceritakan dengan cara yang menyenangkan.

Sebagai penonton, kita begitu mudah masuk ke dalam cerita. Bahkan, kita mungkin ikut meyakini seperti itulah kondisi di dalam pikiran kita. Oh, kayaknya Sadness lagi pegang kendali di pikiranku deh, soalnya saya nangis melihat adegan sedih ini. Oh, seperti apa Pulau Kepribadian saya ya? Oh, saya juga dulu punya teman khayalan. Oh, ketika saya mengalami brain freeze, apa emosi di dalam saya ikut membeku? Pertanyaan dan pernyataan seperti itu terus muncul sampai akhir film. Hal ini bukan karena kita tidak menyukai film tersebut, melainkan karena “Joy” di dalam tubuh kita excited menonton Inside Out. Tuh kan, saya sudah menganggap Joy itu tokoh nyata, bukan fiksi!

Kelima emosi sedang melihat Pulau Kepribadian Riley. Source: https://www.pixar.com/feature-films/inside-out

Saya sangat menyukai detail dari film ini. Di awal kehidupan Riley, bola memori berwarna kuning mendominasi area Long Term Memory. Tidak hanya itu, bola kuning ini juga menjadi core memories yang membentuk semua Pulau Kepribadian Riley. Akan tetapi, ketika Riley memasuki usia remaja dan sudah bisa menerima kehadiran dari kelima emosi—terutama Sadness—di dalam dirinya, core memories tidak hanya berasal dari bola kuning saja, tetapi juga dari warna biru, bahkan campuran warna! Terlihat di bagian akhir cerita, core memories Riley terdiri dari gabungan warna biru-kuning, merah-kuning, hijau-ungu, dan gabungan warna lainnya. Gabungan warna tersebut tentu menjelaskan bahwa Riley sudah memiliki perasaan yang lebih kompleks, seperti yang dijabarkan pada graphic di bawah ini. Untuk lebih jelasnya, bisa buka link ini ya!

Inside Out Emotional Graphic. Source: https://www.vox.com/2015/6/29/8860247/inside-out-emotions-graphic

Jika kalian menyadarinya, tidak hanya bola memori yang berkembang, tetapi juga console pengendali emosi pun ikut berkembang seiring bertambahnya usia Riley. Saat masih bayi, console emosi hanya berupa satu tombol saja. Berbeda saat Riley memasuki usia puber, console emosi memiliki sangat banyak tombol, termasuk tombol puberty. Hal ini juga yang membuat emosi dan perasaan Riley jauh lebih beragam dan lebih kompleks.

Tampaknya, saya tidak bisa menjelaskan satu per satu detail film yang saya suka karena terlalu banyak! Saya suka scene yang menceritakan bagaimana Riley sering tiba-tiba bersenandung lagu yang mungkin sudah lama tidak ia dengar. Saya juga suka bagian saat sang ibu sedang memberi signal kepada suaminya. Memang ya, kalau suami ga nyambung saat diajak ngobrol, sudah pasti karena suami sedang fokus dengan hal lain—membayangkan pertandingan hoki seperti ayahnya Riley, misalnya. Ah iya, saya pun juga suka dengan mesin Imaginary Boyfriend di Imagination Land. Saya menyukai mesin tersebut bukan karena tipe cowok idaman saya sama dengan Riley, melainkan karena saya jadi geli sendiri mengingat dulu saya juga sering berkhayal seperti apa suami saya kelak. Apakah dulu saat saya ngebucin suami saya, sosok dia selalu dicetak di pikiran saya? 😆

Pembelajaran yang Didapat dari Film Ini

Film ini sangat cocok ditonton bersama keluarga, terutama bagi orang tua yang memiliki anak remaja di mana emosinya masih belum stabil. Dengan film ini, orang tua lebih mudah menjelaskan kepada anak apa itu emosi, apa peran emosi tersebut di diri anak, dan cara emosi bekerja. Harapannya, anak bisa menerima emosi yang sedang dialaminya dan anak tahu apa yang harus dilakukan jika emosi tersebut muncul.

Tentu, orang tua juga mendapat banyak pembelajaran dalam film ini. Coba kita lihat film ini lebih dalam. Sebaik apapun pengasuhan orang tua kepada anak, tetap akan ada masa di mana anak tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik sehingga kejadian-kejadian yang tidak diinginkan mungkin saja terjadi. Riley berencana kabur dari rumah bukan karena kesalahan orang tuanya, melainkan karena Riley belum bisa mengontrol emosinya sendiri. Maka dari itu, melalui film ini, semoga orang tua di luar sana (termasuk saya sendiri) bisa lebih memahami perubahan emosi yang terjadi pada anak dan lebih siap mengahadapi anak di masa pubernya.

Di antara itu semua, pesan paling penting dari film ini adalah kita (baik sebagai orang tua maupun anak) tidak boleh mengabaikan perasaan sedih. Seringkali kita menganggap bahwa hal-hal sedih adalah hal yang tidak penting. Seperti menangis, misalnya, sering dianggap sesuatu yang memalukan, bahkan katanya lelaki tidak boleh menangis. Big NO, ya! Hadirnya rasa sedih di dalam diri kita tentu memiliki peran seperti emosi yang lain. Rasa sedih membuat kita bisa merasa simpati, seperti yang diperlihatkan Sadness ketika menemani Bing Bong yang sedih karena kehilangan roketnya. Setelah kesedihan berakhir, perasaan kita akan lebih baik dan kita bisa melangkah maju untuk memperbaiki keadaan.

Crying helps me slow down and obsess over the weight of life’s problems

Sadness

Sadness doesn’t judge. She’s right there with you. So, pull out your hanky and enjoy a good cry. It’s a tough job but somebody’s got to do it. (That’s) Me!

Phyllis Smith, pengisi suara Sadness

Sayangnya, walaupun film ini mengandung pesan yang sangat baik, film ini tetap harus ditonton dalam pengawasan orang tua. Ada beberapa adegan yang tidak cocok untuk anak, misalnya ketika Riley membentak orang tuanya, Riley mencuri kartu kredit ibunya, Riley kabur dari rumah, anjing yang terbelah dua di mimpi Riley, dan ada beberapa adegan Anger memukul dan mengeluarkan ucapan kasar. Takutnya, pesan yang diambil oleh anak dari film ini malah “harus kabur terlebih dahulu agar bisa merasa sedih”. Waduh! Maka dari itu, Motion Picture Association (MPA) mengeluarkan rating PG (Parenting Guidance Suggested) untuk film ini.

Anger, Disgust, Fear, Joy, dan Sadness. Source: https://www.pixar.com/feature-films/inside-out

Another Review, bagi Kalian yang Sudah Menonton

Di awal cerita, Joy adalah emosi pertama yang muncul dalam kehidupan seseorang. Saya bingung, bukankah seharusnya Sadness yang pertama kali muncul? Cobalah lihat bayi-bayi yang baru lahir, emosi pertama yang diperlihatkannya adalah menangis. Tangisan itu sangat dinanti-nanti orang tuanya untuk menunjukkan bahwa sang bayi sehat. Kalau ingin Joy yang muncul pertama, kayaknya lebih cocok apabila filmnya dimulai sejak Riley masih di dalam kandungan. Namun saya yakin, scene ibu hamil sebagai pembuka film terasa kurang pas. Begitu pula apabila Sadness muncul lebih dahulu dari Joy. Padahal kita tahu, Joy adalah karakter utama dalam film ini dan juga dalam kehidupan manusia.

Ngomong-ngomong karakter utama, ada perbedaan siapa yang memegang kendali atas pikiran dari tiap tokoh di film ini. Riley dikendalikan oleh Joy, sang ibu dikendalikan oleh Sadness, sedangkan sang ayah dikendalikan oleh Anger. Saya pun berpikir, apakah emosi yang mengendalikan pikiran kita memang berbeda-beda di setiap orang? Bukankah emosi paling penting adalah Joy? Ataukah pemikiran saya yang salah?

Setelah menonton film ini, saya pun jadi bertanya-tanya, apakah semua anak akan mengalami “hilangnya Joy dari headquarters”? Apakah ketika anak mengalami masa-masa sulitnya, berarti ada salah satu emosi—atau beberapa—yang sedang tidak ada di tempatnya? Jika ada anak yang “Joy”-nya tersesat di memory dump—seperti Riley—, apakah anak itu tidak akan bahagia selamanya? Mungkin perlu ada keajaiban seperti Joy di dalam tubuh Riley yang berhasil selamat berkat roket Bing Bong. Namun, tidak semua anak masih memiliki Bing Bong dan roketnya” di dalam pikiran mereka, kan?

Masih banyak pertanyaan yang terlintas terkait film ini. Mengapa karakter Joy terlihat egois dan merasa dirinya yang paling mengenal Riley? Lalu, apakah di dalam pikiran kita memang ada Buku Manual seperti yang dibaca oleh Sadness? Apa wujud Buku Manual tersebut di dalam otak kita? Kemudian, ketika Fear ingin kabur melalui collect tube, mengapa dia tidak tersedot? Padahal tabung itulah yang membawa Joy dan Sadness ke area Long Term Memory. Mengapa warna mata Riley biru, padahal mata kedua orang tuanya berwarna cokelat? daaan masih banyak pertanyaan yang lain yang ingin saya tanyakan.

Tentu, pertanyaan-pertanyaan yang saya tulis tersebut tidak perlu dijawab. Bagaimanapun juga, Pixar sudah sangat hebat dalam menjelaskan cara kerja pikiran kita. Tidak perlu lah Pixar menjelaskan hal-hal kecil di luar alur cerita, sama seperti Pixar tidak membahas lebih detail area Deja Vu. Namun, jika kalian juga memikirkan hal yang sama, yuk diskusi bareng!

Mapping The Mind. Klik gambar untuk melihat videonya.

Fun Fact, Mungkin Kalian Belum Tahu

Tahukah kalian kalau di Jepang, brokoli yang dibenci Riley diganti dengan paprika hijau? Penggantian objek ini dilakukan karena konsep “brokoli adalah makanan menjijikan” tidak berlaku di Jepang. Anak-anak di Jepang sangat menyukai brokoli! Dan bagi mereka, makanan yang menjijikan adalah paprika.

Riley saat disuapi makanan yang tidak disukainya, brokoli. Source: https://www.pixar.com/feature-films/inside-out

Di negara lain, film ini juga sempat mengalami sedikit perubahan. Permainan hoki di dalam pikiran sang ayah sempat diganti menjadi permainan sepak bola. Alasannya, sepak bola dianggap lebih populer daripada permainan hoki di negara tersebut. Hanya saja, pada akhirnya perubahan scene ini tidak jadi dilakukan karena negara tersebut lebih memilih permainan hoki yang memang sesuai dengan alur cerita Inside Out.

Sumber: https://www.yahoo.com/entertainment/s/why-inside-out-looks-a-little-different-in-japan-125518719127.html

Kesimpulan dan Penutup Tulisan Ini

Saya pribadi menilai film ini dengan skor 9/10. Hal yang membuatnya tidak mendapat nilai 10 karena film ini harus ditonton dalam pengawasan orang tua. Mencuri dan kabur dari rumah mungkin terlalu ekstrim ya untuk ditonton anak. Namun, saya sendiri tidak menemukan hal lain yang pas untuk menggantikan keduanya. Yaah, dibalik itu semua, film ini sungguh karya yang sangat luar biasa. Anak saya saja yang usianya baru mau empat tahun sangat menyukai film ini dibandingkan film Pixar lainnya. Two thumbs up!

Terakhir, saya me-review film ini tentu karena adanya Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog dengan tema Film Keluarga. Jarang-jarang kan saya menulis sepanjang ini? 😁 Sungguh, sulit sekali me-review film. Saya harus menonton film ini berkali-kali agar bisa menjelaskan ceritanya dengan baik. Lalu, ternyata sulit juga menuangkan apa yang saya pikirkan ke dalam tulisan. Pada akhirnya, tidak semua pendapat saya ditulis di sini karena tulisan saya ini sudah sangat panjang. Semoga, kalian tidak bosan membacanya, ya!

Yuk ikutan ngeblog bareng Mamah Gajah Ngeblog!

Selamat menonton Inside Out! Ceritakan juga pendapat kalian tentang film ini, ya!

10 thoughts on “Review: Inside Out (2015)

  1. Trimakasih Agitha atas review-nya. Ya ampun, membaca review Inside Out yang Agitha tulis membuat saya ingin nonton lagi. Saya sukaaa sekali dengan ide ceritanya. Dan, saya nangiis nontonnya. Ehehe. One of those tearjerker movies versi saya niy.

    Like

  2. Detail banget teteh reviewnya. Saya sudah beberapa kali nonton inside out tapi sambil lalu saja. Baca review teteh jadi ingin lebih memperhatikan dan bikin agenda nonton sama bocah. Nuhun Teh.

    Like

  3. Film Inside Out cukup keren, karena film yang temanya cukup rumit untuk diterjemahkan ke film anak. Cukup berhasil dikemas Pixar.

    Saya nonton sudah lama, tapi sepertinya memang ada hal2 yang ‘digeneralisir’ agar tidak terlalu kompleks.

    Liked by 1 person

  4. Aku juga sukaa teeeh ceritanyaa. Waaah teteh lengkap banget menjelaskannyaaa. Sampe berapa kali nonton teeh? Memang jadi banyak pertanyaan di kepala yaa. Tapi yg aku suka emang film ini menjelaskan ttg cara kerja emosi di kepala, keren banget sih imajinasinyaa. Tapi anak aku mah blm mau diajak nonton cerita panjang kayak ginii hehehe..

    Like

  5. wow keren sekali cara Pixar merepresentasikan emosi manusia, dan tulisan ini pun keren karena saya langsung memasukkan film ini ke daftar tontonan sore sehabis bangun tidur siang. Makasih reviewnya mbak!

    Liked by 1 person

Leave a comment